24 Agustus 2013
Pluk..pluk..pluk. Suara sepatuku semakin
cepat. Beradu satu dengan yang lain. Mengejar waktu yang terus bergulir. Hembusan
angin yang sepoi-sepoi menggerakkan ujung kerudungku. Udara jalanan yang tak lagi
bersih, dengan suara dengungan motor dan mobil yang saling berkejaran mengiri
perjalananku pagi ini.
Senyum tak hilang dari bibir manisku ini.
Tangan tak sengaja kukepalkan. Seakan-akan mampu menyalurkan energi dari
kepalan tangan ke seluruh tubuh. Yeah!. Hari ini sangat membuatku bersemangat.
Ya, hari pertama memasuki kelas yang nantinya akan menjadi hari-hariku selama
satu bulan ke depan.
Langkah kakiku terhenti di depan kelas
berukuran 5x6. Tirai birunya telah terbuka ketika saya datang. Kelas ini
sebenarnya tak berbeda dengan kelas yang lain. Cukup besar tetapi ukuran yang
pas untuk 30 orang siswa. Pandanganku mengitari sekitar. Berbagai display dan
administrasi kelas telah menghiasi dinding mereka. Terkadang tercium aroma
kamar mandi. Pesing, agak membuatku mual. Hari ini saya berniat untuk
memperkenalkan diri didepan calon siswa-siswaku.
Diawal perkenalan, saya mengajak mereka
untuk bernyanyi bersama. Ayo Kawan Berkumpulnya Tasya adalah lagu yang saya
pilih. Dengan full ekspresi, saya memulai mengajak mereka bernyanyi. Dan ternyataaaa....eng ing eng.. mereka tidak
mengetahui lagu itu! Krik krik krik..dan jangkrik pun
berbunyi..wuuussshhh,,ziiinnkkk...angin pun berhembus dan tiba-tiba rasanya
ingin menghilang seketika. Hehe.. Akhirnya saya harus mendektekan teks lagu
tersebut dan kemudian mereka menirukan suara saya.
Ayo kawan,
Ayo kawan berkumpul,
Berkumpul bersenang-senang semuanya,
Jangan segan
Jangan segan bersama
Bersama menyanyi bergembira..
Mereka
cukup antusias, walaupun tatapannya masih seakan-akan melihat orang asing yang
ingin menculiknya. Dan ekspresi mereka masih sangatlah datar. Padahal saya
sudah bersemangat dan semua ekspresi sudah saya keluarkan. Sepertinya ini
adalah masalah. Tetapi saya hanya berani menduga saja.
Rule perkenalan saya
atur dengan menyebutkan nama dan cita-cita yang disertai gerakan khas dari
profesi yang mereka impikan. Saya ingin mereka percaya diri dengan cita-citanya
sejak kecil sehingga dengan menirukan gerakannya mampu menginternalisasi ke
dalam dirinya. Semula membuat mereka enggan melakukannya, karena malu! Setelah
saya dorong-dorong dan mendekati ke mejanya, akhirnya ada seorang anak yang
memberanikan diri untuk maju ke depan kelas dan memperkenalkan dirinya. Satu
persatu memperkenalkan dirinya. Ada yang ingin menjadi guru, ada yang ingin
menjadi pemain bola, bahkan ada yang ingin menjadi chef. Di akhir perkenalan saya memotivasi mereka untuk mengejar
mimpi mereka. Tatapan mata mereka sudah berubah. Setidaknya itu sudah cukup.
Sesampainya
di asrama, saya mendapat banyak cerita tentang perkenalan teman-temanku dengan
murid-muridnya. Cerita-ceritanya semakin membuatku tercengang. Murid-murid
mereka begitu ekspresif, mereka kesulitan menguasai kelas. Bahkan ada yang
tarik sana sini untuk meminta foto teman saya! Wow, begitu ekspresif dan
sedikit radikal. Sangat berbeda sekali dengan kelas saya. Sepi, hening, tenang.
Ya, saya bertekad suatu saat nanti akan berhasil membuat mereka untuk lebih
ceria, bersemangat dan berani belajar!! Tekad ini membuatku semakin bersemangat
dan tertantang, karena saya sudah menemukan masalah.
10 September 2013
Observasi magang yang kedua ini membuat
saya harus bekerja keras melawan malu. Ketika Mbak Yuli (observer saya)
memberitahu tiba-tiba jika hari ini beliau akan menilai cara mengajar saya.
Rasanya hari ini saya banyak beristighfar dan menutup muka dengan tangan.
Bangun lebih awal untuk mengisi ruhiyah dan meyakinkan diri sendiri bahwa saya
bisa! Memangnya kenapa toh hari ini?
Padahal observasi pertama tidak seperti ini? Karena materi observasi hari ini
adalah bertepatan dengan materi deklamasi puisi. Jadinya kan mau tidak mau saya
harus memberi mereka contoh bagaimana membaca puisi yang baik. Dan nyatanya
saya malas untuk berekspresi yang lebay
didepan kelas jika dilihat orang lain. Alhasil saya pun grogi. Tapi ya
sudahlah, saya pasrah, semoga hari ini saya berusaha dengan cara yang terbaik.
Dengan tergesa-gesa saya memasuki kelas,
anak-anak telah menanti saya dan berteriak-teriak “Ibu, nanti kita baca puisi
ya?”. “Iya sayang” kataku sambil mempersiapkan speaker aktif untuk ice
breaking. Tiba-tiba ada seorang anak menghampiriku didepan kelas. Ferdy
namanya. Dia termasuk siswa yang cerdas, aktif dan mempunyai keingintahuan yang
besar. Pipinya yang gembul membuatku gemas dan ingin mencubitnya setiap saya
bertemu dengannya. “Bu, sampai kapan mengajar di sini?” tanyanya. Pertanyaannya
membuat tanganku berhenti dan menatap wajahnya lekat-lekat. “Sampai akhir bulan
ini Ferdy”, jawabku. Dia seketika langsung menyahut “Selama-lamanya aja Bu ngajar
di sini, ibu enak ngajarnya, saya suka belajar dengan ibu”. Kata-katanya cukup
membuat saya melayang,ada semerbak bunga yang tiba-tiba berhamburan.
#lebay,hehe. Seketika itu pula tangan saya mengusap rambutnya yang seakan-akan
mengatakan bahwa suatu saat nanti kamu akan mendapat guru seperti saya.
Setelah saya berbincang-bincang dengan
Ferdy, saya berjalan-jalan mengelilingi kelas menanyakan tugas yang saya
berikan kemarin yaitu mencari contoh puisi yang nantinya akan dibacakan didepan
kelas. Langkah saya terhenti ketika seorang siswa menarik-narik saya dan
mengatakan bahwa Pingkan menulis kata “Love Bu Nisa” di buku tugasnya. Saya
berjalan menuju meja Pingkan dan memang disana saya menemukan tulisan itu
dibawah puisinya. Saya pun hanya tersenyum dan terdiam disamping bangkunya.
Energi itu telah dikirimkanNya.
Pagi ini saya memulai dengan ruhiyah
yang cukup, dan ketika saya merasa pesimis menjalani hari ini, Allah
mengirimkan malakat-malaikat kecilnya untuk menguatkan, mengirimkan
energi-energi yang luar biasa besar. Karena kekuatan itu lah, saya berani
memberikan contoh bagaimana membaca puisi yang baik. Saya tidak peduli disana
ada Mbak Yuli yang sibuk merekam bagaimana saya membaca puisi. Saya sangat
menikmatinya, melihat tatapan-tatapan mata takjub dan mengikuti suasana yang
saya bangun. Terima kasih Ya Rabb atas segalanya yang Kau berikan hari ini.
26 September 2013
Hari ini adalah hari terakhir saya
mengajar di SDN Jampang 4. Tempat dimana saya banyak ditempa dengan pengalaman
yang luar biasa. Satu bulan magang rasanya baru dimulai kemarin sore. Sangat
sebentar. Sungguh, sangat sebentar!
Pagi ini saya mengajar fotosintesis di
kelas, setelah pertemuan sebelumnya saya mengajak mereka belajar di alam,
menikmati sejuknya udara yang dihasilkan tumbuhan, rindangnya pepohonan di
Kahuripan, menikmati teori fotosintesis lebih dekat. Karena waktu itu belum
sempat memberi evaluasi dan saya ingin melihat sejauh mana kepemahaman mereka, hari
ini saya meminta mereka untuk membuat lembar kerja yang isinya tentang apa saja
yang mereka pahami terkait fotosintesis dan memberi saran dan kritik selama
satu bulan belajar denganku. Siswa sangat antusias dengan hal ini, belajar hari
ini dengan menulis, menggambar dan menghias. Tak seorang pun siswa mau saya
baca tulisannya dikelas. Alhasil saya membawanya pulang ke asrama. Pembelajaran
satu bulan saya tutup dengan cara ini. Meminta maaf kepada mereka, berpelukan
dan saya harus merelakan tangan saya dielus-elus dan dipegang mereka seharian
ini
Sesampainya di asrama, saya membaca
tulisan mereka, kadang ada tawa, kadang tersentuh dengan tulisan mereka, kadang
ingin sekali rasanya memeluk mereka. Dan tiba-tiba mataku terhenti dengan salah
satu kertas yang ditulis oleh Hardita. Siswa yang cukup pendiam ketika saya
bertemunya pertama kali. Dia menulis “Saya senang Bu Nisa sudah mengajarkan
saya kelompok, berbicara, menyanyi dan bermain-main “
Kata-katanya mengingatkanku pada satu
bulan yang lalu ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di kelas itu. Dan
bertekad mengubah mereka. Saya ingat betul bagaimana kondisi mereka saat itu. Dan
sekarang mereka jauh berbeda. Sangat jauh berbeda. Lebih berani berpendapat,
jika diminta ke depan kelas saya tak perlu lagi mendatangi bangkunya dan
menyemangatinya, tidak malu untuk bertanya, dan kehebatan-kehebatan mereka yang
membuatku takjub.
Hari ini saya semakin paham bahwa
seorang guru harus terus belajar dari siapa saja, termasuk juga mendapatkan
pelajaran dari siswa. Saya berhasil melawan rasa malu saya untuk membaca puisi
didepan orang lain. Dan mereka berani mendobrak ketakutannya sehingga bisa
menjadi seperti itu. Terkadang kita sering berambisius untuk mengubah perilaku
anak tetapi kita lupa bagaimana sifat diri kita sendiri. Lupa bahwa kita
membutuhkan cermin, cermin untuk melihat diri kita sebenarnya. Bahwa kita
sendiri juga perlu berubah dulu sebelum mengubah orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar