Rabu, 15 Januari 2014

Cermin-cermin kecilku



24 Agustus 2013
Pluk..pluk..pluk. Suara sepatuku semakin cepat. Beradu satu dengan yang lain. Mengejar waktu yang terus bergulir. Hembusan angin yang sepoi-sepoi menggerakkan ujung kerudungku. Udara jalanan yang tak lagi bersih, dengan suara dengungan motor dan mobil yang saling berkejaran mengiri perjalananku pagi ini.
Senyum tak hilang dari bibir manisku ini. Tangan tak sengaja kukepalkan. Seakan-akan mampu menyalurkan energi dari kepalan tangan ke seluruh tubuh. Yeah!. Hari ini sangat membuatku bersemangat. Ya, hari pertama memasuki kelas yang nantinya akan menjadi hari-hariku selama satu bulan ke depan.
Langkah kakiku terhenti di depan kelas berukuran 5x6. Tirai birunya telah terbuka ketika saya datang. Kelas ini sebenarnya tak berbeda dengan kelas yang lain. Cukup besar tetapi ukuran yang pas untuk 30 orang siswa. Pandanganku mengitari sekitar. Berbagai display dan administrasi kelas telah menghiasi dinding mereka. Terkadang tercium aroma kamar mandi. Pesing, agak membuatku mual. Hari ini saya berniat untuk memperkenalkan diri didepan calon siswa-siswaku.
Diawal perkenalan, saya mengajak mereka untuk bernyanyi bersama. Ayo Kawan Berkumpulnya Tasya adalah lagu yang saya pilih. Dengan full ekspresi, saya memulai mengajak mereka bernyanyi.  Dan ternyataaaa....eng ing eng.. mereka tidak mengetahui lagu itu! Krik krik krik..dan jangkrik pun berbunyi..wuuussshhh,,ziiinnkkk...angin pun berhembus dan tiba-tiba rasanya ingin menghilang seketika. Hehe.. Akhirnya saya harus mendektekan teks lagu tersebut dan kemudian mereka menirukan suara saya.
Ayo kawan,
Ayo kawan berkumpul,
Berkumpul bersenang-senang semuanya,
Jangan segan
Jangan segan bersama
Bersama menyanyi bergembira..
            Mereka cukup antusias, walaupun tatapannya masih seakan-akan melihat orang asing yang ingin menculiknya. Dan ekspresi mereka masih sangatlah datar. Padahal saya sudah bersemangat dan semua ekspresi sudah saya keluarkan. Sepertinya ini adalah masalah. Tetapi saya hanya berani menduga saja.
Rule perkenalan saya atur dengan menyebutkan nama dan cita-cita yang disertai gerakan khas dari profesi yang mereka impikan. Saya ingin mereka percaya diri dengan cita-citanya sejak kecil sehingga dengan menirukan gerakannya mampu menginternalisasi ke dalam dirinya. Semula membuat mereka enggan melakukannya, karena malu! Setelah saya dorong-dorong dan mendekati ke mejanya, akhirnya ada seorang anak yang memberanikan diri untuk maju ke depan kelas dan memperkenalkan dirinya. Satu persatu memperkenalkan dirinya. Ada yang ingin menjadi guru, ada yang ingin menjadi pemain bola, bahkan ada yang ingin menjadi chef. Di akhir perkenalan saya memotivasi mereka untuk mengejar mimpi mereka. Tatapan mata mereka sudah berubah. Setidaknya itu sudah cukup.
 Sesampainya di asrama, saya mendapat banyak cerita tentang perkenalan teman-temanku dengan murid-muridnya. Cerita-ceritanya semakin membuatku tercengang. Murid-murid mereka begitu ekspresif, mereka kesulitan menguasai kelas. Bahkan ada yang tarik sana sini untuk meminta foto teman saya! Wow, begitu ekspresif dan sedikit radikal. Sangat berbeda sekali dengan kelas saya. Sepi, hening, tenang. Ya, saya bertekad suatu saat nanti akan berhasil membuat mereka untuk lebih ceria, bersemangat dan berani belajar!! Tekad ini membuatku semakin bersemangat dan tertantang, karena saya sudah menemukan masalah.

10 September 2013
Observasi magang yang kedua ini membuat saya harus bekerja keras melawan malu. Ketika Mbak Yuli (observer saya) memberitahu tiba-tiba jika hari ini beliau akan menilai cara mengajar saya. Rasanya hari ini saya banyak beristighfar dan menutup muka dengan tangan. Bangun lebih awal untuk mengisi ruhiyah dan meyakinkan diri sendiri bahwa saya bisa!  Memangnya kenapa toh hari ini? Padahal observasi pertama tidak seperti ini? Karena materi observasi hari ini adalah bertepatan dengan materi deklamasi puisi. Jadinya kan mau tidak mau saya harus memberi mereka contoh bagaimana membaca puisi yang baik. Dan nyatanya saya malas untuk berekspresi yang lebay didepan kelas jika dilihat orang lain. Alhasil saya pun grogi. Tapi ya sudahlah, saya pasrah, semoga hari ini saya berusaha dengan cara yang terbaik.
Dengan tergesa-gesa saya memasuki kelas, anak-anak telah menanti saya dan berteriak-teriak “Ibu, nanti kita baca puisi ya?”. “Iya sayang” kataku sambil mempersiapkan speaker aktif untuk ice breaking. Tiba-tiba ada seorang anak menghampiriku didepan kelas. Ferdy namanya. Dia termasuk siswa yang cerdas, aktif dan mempunyai keingintahuan yang besar. Pipinya yang gembul membuatku gemas dan ingin mencubitnya setiap saya bertemu dengannya. “Bu, sampai kapan mengajar di sini?” tanyanya. Pertanyaannya membuat tanganku berhenti dan menatap wajahnya lekat-lekat. “Sampai akhir bulan ini Ferdy”, jawabku. Dia seketika langsung menyahut “Selama-lamanya aja Bu ngajar di sini, ibu enak ngajarnya, saya suka belajar dengan ibu”. Kata-katanya cukup membuat saya melayang,ada semerbak bunga yang tiba-tiba berhamburan. #lebay,hehe. Seketika itu pula tangan saya mengusap rambutnya yang seakan-akan mengatakan bahwa suatu saat nanti kamu akan mendapat guru seperti saya.
Setelah saya berbincang-bincang dengan Ferdy, saya berjalan-jalan mengelilingi kelas menanyakan tugas yang saya berikan kemarin yaitu mencari contoh puisi yang nantinya akan dibacakan didepan kelas. Langkah saya terhenti ketika seorang siswa menarik-narik saya dan mengatakan bahwa Pingkan menulis kata “Love Bu Nisa” di buku tugasnya. Saya berjalan menuju meja Pingkan dan memang disana saya menemukan tulisan itu dibawah puisinya. Saya pun hanya tersenyum dan terdiam disamping bangkunya. Energi itu telah dikirimkanNya.
Pagi ini saya memulai dengan ruhiyah yang cukup, dan ketika saya merasa pesimis menjalani hari ini, Allah mengirimkan malakat-malaikat kecilnya untuk menguatkan, mengirimkan energi-energi yang luar biasa besar. Karena kekuatan itu lah, saya berani memberikan contoh bagaimana membaca puisi yang baik. Saya tidak peduli disana ada Mbak Yuli yang sibuk merekam bagaimana saya membaca puisi. Saya sangat menikmatinya, melihat tatapan-tatapan mata takjub dan mengikuti suasana yang saya bangun. Terima kasih Ya Rabb atas segalanya yang Kau berikan hari ini.

26 September 2013
Hari ini adalah hari terakhir saya mengajar di SDN Jampang 4. Tempat dimana saya banyak ditempa dengan pengalaman yang luar biasa. Satu bulan magang rasanya baru dimulai kemarin sore. Sangat sebentar. Sungguh, sangat sebentar!
Pagi ini saya mengajar fotosintesis di kelas, setelah pertemuan sebelumnya saya mengajak mereka belajar di alam, menikmati sejuknya udara yang dihasilkan tumbuhan, rindangnya pepohonan di Kahuripan, menikmati teori fotosintesis lebih dekat. Karena waktu itu belum sempat memberi evaluasi dan saya ingin melihat sejauh mana kepemahaman mereka, hari ini saya meminta mereka untuk membuat lembar kerja yang isinya tentang apa saja yang mereka pahami terkait fotosintesis dan memberi saran dan kritik selama satu bulan belajar denganku. Siswa sangat antusias dengan hal ini, belajar hari ini dengan menulis, menggambar dan menghias. Tak seorang pun siswa mau saya baca tulisannya dikelas. Alhasil saya membawanya pulang ke asrama. Pembelajaran satu bulan saya tutup dengan cara ini. Meminta maaf kepada mereka, berpelukan dan saya harus merelakan tangan saya dielus-elus dan dipegang mereka seharian ini
Sesampainya di asrama, saya membaca tulisan mereka, kadang ada tawa, kadang tersentuh dengan tulisan mereka, kadang ingin sekali rasanya memeluk mereka. Dan tiba-tiba mataku terhenti dengan salah satu kertas yang ditulis oleh Hardita. Siswa yang cukup pendiam ketika saya bertemunya pertama kali. Dia menulis “Saya senang Bu Nisa sudah mengajarkan saya kelompok, berbicara, menyanyi dan bermain-main “
Kata-katanya mengingatkanku pada satu bulan yang lalu ketika saya menginjakkan kaki pertama kali di kelas itu. Dan bertekad mengubah mereka. Saya ingat betul bagaimana kondisi mereka saat itu. Dan sekarang mereka jauh berbeda. Sangat jauh berbeda. Lebih berani berpendapat, jika diminta ke depan kelas saya tak perlu lagi mendatangi bangkunya dan menyemangatinya, tidak malu untuk bertanya, dan kehebatan-kehebatan mereka yang membuatku takjub.

Hari ini saya semakin paham bahwa seorang guru harus terus belajar dari siapa saja, termasuk juga mendapatkan pelajaran dari siswa. Saya berhasil melawan rasa malu saya untuk membaca puisi didepan orang lain. Dan mereka berani mendobrak ketakutannya sehingga bisa menjadi seperti itu. Terkadang kita sering berambisius untuk mengubah perilaku anak tetapi kita lupa bagaimana sifat diri kita sendiri. Lupa bahwa kita membutuhkan cermin, cermin untuk melihat diri kita sebenarnya. Bahwa kita sendiri juga perlu berubah dulu sebelum mengubah orang lain. 
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar