Senin, 26 Desember 2011

MONOGAMI atau POLIGAMI jalan yang anda pilih?

Poligami menjadi santer dibicarakan mungkin sejak pernikahan kedua salah seorang dai terkenal. Seingat saya, dulu waktu di  SKI SMA saya sempat membahas tema itu di kajian yang rutin kami adakan. Sebenarnya poligami bukan sesuatu yang tabu,  bukan sesuatu yang baru terjadi, akan tetapi topik ini akan tetap hangat dibicarakan, terlebih lagi dikalangan perempuan.
Islam memang telah mengatur hal ini, dan saya rasa kita semua sudah paham hal itu. Disini saya hanya memberikan ‘sedikit’ pertimbangan  ketika nantinya ada diantara kita semua yang memutuskan untuk poligami.

Menikah memang bukan sesuatu yang mudah,  dengan segala ‘dinamika’nya sepasang suami istri harus mempertahankan seseuatu yang sudah diikat dg ‘perjanjian Ilahi’. Oleh karena itu, dengan menikah, separuh agama telah terpenuhi.. Mengapa sampai separuh agama? Padahal (hanya) dengan menikah? Karena didalam pernikahan semua ‘ilmu’ yang telah didapatkan direalisasikan dalam setiap denyut nadi kehidupan. Keikhlasan, kesabaran, dan ketabahan semua diuji secara ‘nyata’ disini. Yang tidak kuat bisa memilih jalan keluar dg ‘bercerai’ atau dg ‘berpoligami’ Dan smua itu pilhan! Dan saya sangat salut pada istri-istri yang bersedia suaminya ‘berbagi’ dengan orang lain. Subhanallah, semoga Allah senantiasa menguatkan.
Sangat disayangkan jika pernikahan yang telah dipertahankan bertahun-tahun hancur seketika. Tetapi perlu menjadi bahan koreksi juga untuk istri pertama untuk senantiasa bermuhasabah apakah memang ada kekhilafan, ‘kekurangan’ yang membuat seorang suami berpaling darinya. Atau memang suami itu sendiri yang ingin mencari kebahagiaan ‘lain’. Jika memang alsan yang di ajukan adalh syar’i maka memang diperbolehkan untuk poligami seprti tidak dapat memberikan keturunan, kebutuhan biologis yang tidak terpenuhi,dsb. Akan tetapi perlu diingat bahwa tidak menjamin jika dengan berpoligami semua maslah akan selesai. Oleh karena itu, perlu pengkajian ulang jika memang berniat untuk poligami.

Terlepas dari kekurangan sang istri (jika mmg ada), coba pikirkan kekurangan anda, apakah memang sudah ‘membahagiakan’ sang isri? Anak-anak?
Mungkin di sudut hati sang istri mempunyai kebahagiaan yang ingin di raih, tapi krn tdk ingin merepotkan anda, tdk ingin mnyakiti anda, ia mengubur dalam2 kebahagiaan itu..
Sdh byk kah anda berkorban utk keluarga? Jangan2 masih kalah dengan sang istri..
Pikirkan kebaikan-kebaikan sang istri,yang telah menghabiskan kemudaan dan kecantikannya dalam bakti, cinta dan keikhlasan bertahun-tahun hingga suami mereka sampai pada posisi sekarang, tidak kah stlh smw yg mreka lakukan shrsx mreka dimuliakan*..
 Dan juga hati2 kecil (anak2,red) yang mesti dijaga hatinya..Ingat-ingat perjuangan anda dengan istri di awal-awal pernikahan utk mendapatkan kehidupan yang lebih baik seperti sekarang. Jika memang anda ‘yakin’ bisa ‘adil’ (yang saya kurang tahu bagaimana cara mengukurnya), pilih jalan yang anda ‘mau’. Jika tidak ‘yakin’, maka saya sangat tidak menyarankan anda untuk memilih jalan poligami. Menikah bukan mencari pasangan yang sempurna tetapi berusaha mencintainya dengan cara yang sempurna. Diciptakan berbeda untuk melengkapi satu dengan yang lain. Tidak ada pribadi yang sempurna!
Barakallah untuk segala keputusan yang diambil..

Poligami tidak untuk menyakiti satu sama lain,.
Kebahagiaan dengan istri kedua belum tentu, sementara luka hati istri pertama sudah pasti dan itu akan abadi*..
Sesungguhnya kebahagiaan itu berbeda dengan kesenangan..
Kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang mendapatkan keberkahan dari Allah..
Sebenarnya bukan setan yang terlalu pintar tapi kita yang terlalu dungu!

 Special for my friends :)
Yogyakarta, 24 Agustus 2011
13.14 WIB
BATAN Yogyakarta


*di ambil dari ‘catatan hati seorang istri, asma nadia’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar